Lebih lanjut, ketidakpastian politik AS juga memberikan tekanan terhadap pasar Cina, terutama karena investor tidak yakin tentang bagaimana pemerintah Amerika akan memperlakukan Beijing pasca pemilihan presiden. Ketidakpastian tersebut memperkuat sentimen negatif di pasar keuangan global, yang turut mempengaruhi pergerakan mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah.
Selain faktor eksternal, faktor internal juga menjadi pertimbangan utama dalam analisis pergerakan rupiah. Ibrahim memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun 2024 diperkirakan akan stabil di level 5,1 persen. Meskipun angka tersebut menunjukkan keberlanjutan pertumbuhan, namun terdapat faktor-faktor internal yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, seperti memudarnya dampak belanja pemilu dan masih belum pulihnya daya beli masyarakat.
Konsumsi rumah tangga juga masih tumbuh di bawah rata-rata periode sebelum COVID-19, menandakan adanya ketidakpastian dalam pemulihan ekonomi domestik. Penurunan momentum pendorong perekonomian di paruh terakhir tahun 2024 dikarenakan lambatnya penciptaan lapangan kerja di sektor formal, yang berpotensi mengurangi peningkatan konsumsi pada semester kedua.
Di sisi lain, World Bank mempertahankan perkiraan inflasi rata-rata tahun 2024 sebesar 2,9 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Meskipun rupiah mengalami fluktuasi, inflasi rata-rata pada semester awal 2024 sebesar 2,8 persen yoy, menunjukkan adanya stabilitas dalam tekanan inflasi.